JAKARTA,iNewsTangsel.id- Kisruh sengkarut mengenai royalti masih belum menemui titik terangnya malahan semakin hari semakin parah dimana yang teranyar musisi Lesti Kejora dan Vidi Aldiano digugat pencipta lagu karena menggunakan lagunya tanpa membayar royalti secara proporsional.
Hal ini tentunya mengundang perhatian bahkan keprihatinan sejumlah musisi bahkan membuat penyanyi terbelah dengan pandangan dan idealisme masing masing terkait royalti ini. Ada yang berjuang demi kejelasan, bersuara lewat media sosial, hingga diam tanpa alasan. Akan tetapi, tak sedikit yang ikut menyuarakan di akun media sosialnya. Seperti apa?
Vokalis D'MASIV, Rian Ekky Pradipta, mengaku sedih melihat polemik royalti hak cipta lagu belakangan ini. Pencipta lagu banyak yang menggugat penyanyi, lantaran mereka merasa kontribusi tak dihargai.
Rian mengungkap rasa sedihnya itu lewat akun X pribadinya. "Gue kenapa sedih, ya, musisi penyanyi pencipta saling gugat gini," tulis Rian diakun medsosnya baru baru ini.
Vokalis kelahiran Yogyakarta, 17 November 1986 ini pun membayangkan, apabila industri musik berpihak pada seniman, pasti tidak akan terjadi hal seperti ini. Kehadiran negara, khususnya kejelasan aturan dalam Undang Undang, sangatlah dibutuhkan di tengah kondisi genting saat ini.
"Andaikan industri ini berpihak sama senimannya, pasti enggak akan sampai begini kondisinya," tulisnya.
Ditempat terpisah, Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha angkat bicara terkait kisruh royalti musik yang kembali mencuat di industri musik Tanah Air.
Menurut Giring, titik permasalahan ini tidak terlepas dari ketidakpuasan pelaku industri terhadap kinerja lembaga pengelola royalti, terutama terkait kurangnya transparansi dari Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dinilai olehnya belum sepenuhnya terbuka dalam menjalankan tugasnya sebagai pengelola hak cipta musik.
Mantan vokalis band Nidji ini pun mengungkapkan bahwa dirinya telah berbicara langsung dengan pihak LMKN untuk dapat menyampaikan keresahan yang berkembang di kalangan pencipta lagu, penyanyi, hingga penyelenggara acara (event organizer).
Menurutnya, akar dari kekisruhan ini terletak pada ketidakjelasan alur distribusi royalti yang selama ini belum mampu memberikan rasa keadilan bagi para pemilik hak.“Saya langsung ngomong ke LMKN, terkait keresahan dari pencipta, performer, EO, ini transparansi harus dibenahi,” ungkap pria berambut kriwil ini.
Giring menambahkan bahwa model bisnis pengelolaan royalti harus dibuat lebih transparan dan akuntabel agar semua pihak dapat percaya terhadap sistem yang berjalan.
“Mereka harus punya bisnis model yang sangat transparan, jangan sampai ada kecurigaan. Nomor satu itu transparansi, kalau mau guyub dan damai,” lanjutnya.
Sebagai bagian dari upaya membangun komunikasi yang lebih baik antar pelaku industri, Giring juga berencana menggelar acara halal bihalal yang akan melibatkan seluruh elemen di industri musik tanah air mulai dari para penyanyi, penulis lagu,n produser musik dan komunitas musik lainnya.
Dia berharap acara ini bisa menjadi ruang dialog yang terbuka, sekaligus jembatan untuk menyampaikan aspirasi secara langsung untuk perbaikan dan iklim kondusif bagi seluruh pelaku industri musik tanah air.
“Kami ingin kumpulkan semua pihak dalam suasana yang lebih terbuka. Biar bisa duduk bersama, menyampaikan uneg-uneg, dan mencari solusi,” ungkap Giring.
Terkait proses hukum atas beberapa kasus pelanggaran hak cipta yang kini sedang ditangani, Giring menegaskan bahwa Kementerian Kebudayaan menyerahkan sepenuhnya kepada penegak hukum dan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI).
Dia menyatakan bahwa kementerian tidak akan ikut campur dalam proses hukum tersebut, namun tetap berkomitmen untuk mengawal perlindungan hak-hak kreator.“Kita dari Kemenbud menyerahkannya ke teman-teman hukum dan DJKI dulu, mereka yang tahu prosesnya,” tegasnya.
Giring menutup pernyataannya dengan kembali menekankan bahwa transparansi adalah kunci untuk memperbaiki tata kelola royalti musik di Indonesia.
Dia pun berharap dengan pembenahan yang dilakukan secara serius, ekosistem musik nasional dapat berkembang lebih sehat, inklusif, dan berkelanjutan.
"Kembali kata kuncinya terhadap masalah selama ini yakni transparansi yang belum dilakukan berharap kedepannya bisa lebih transparan dalam tata kelola royalti musik,”tutupnya.
Sebagai informasi, masalah terkait ke tidak transparan royalti ini, sudah tiga pencipta lagu yang mengajukan gugatan secara perdata atau pidana terkait hak cipta lagu. Ari Bias telah dinyatakan menang gugatan atas Agnez Mo, dengan tudingan pemakaian lagu Bilang Saja tanpa izin.
Ada juga Yoni Dores yang merasa keberatan karena lagu-lagu ciptaannya dinyanyikan dan diunggah Lesti Kejora ke YouTube tanpa izin. Lesti pun telah dilaporkan atas dugaan pelanggaran hak cipta ke Polda Metro Jaya pada 18 Mei 2025.
Lesti dianggap telah melakukan cover (menyanyikan ulang) dan mengunggah lagu-lagu ciptaan Yoni Dores ke berbagai platform digital seperti YouTube tanpa izin.
Masalah terbaru menghantui Vidi Aldiano. Vidi digugat perdata oleh Keenan Nasution atas pemakaian lagu Nuansa Bening tanpa izin, selama 26 tahun.
Sejak 2008 rilis, izin yang diberikan Keenan Nasution ternyata untuk CD, bukan ke platform streaming digital. Vidi pun digugat dengan angka fantastis Rp 24,5 miliar oleh Keenan Nasution, ke PN Niaga Jakarta Pusat.
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait