JAKARTA, iNewsTangsel.id - Upaya pengendalian konsumsi produk tembakau di Indonesia kembali ditegaskan melalui Rapat Koordinasi Nasional yang digelar di Jakarta, Kamis (12/6/2025). Kegiatan ini merupakan kolaborasi antara Komite Nasional Pengendalian Tembakau, Forum Warga Kota Indonesia, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Dalam Negeri, dengan mengundang seluruh perwakilan dari 38 provinsi dan 514 kabupaten/kota.
Rapat koordinasi ini menyoroti posisi dan kewenangan pemerintah daerah dalam menerapkan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) pasca diundangkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024, yang menjadi turunan dari Undang-Undang Kesehatan No. 17 Tahun 2023.
Aturan tersebut mengatur pengamanan zat adiktif, termasuk larangan baru seperti penjualan rokok batangan, pembatasan iklan di dekat sekolah dan tempat bermain anak, serta pembatasan promosi di media sosial.
Prof. Hasbullah Thabrany, Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau, menyampaikan bahwa peraturan ini membuka peluang besar bagi daerah untuk memperkuat regulasi dan menciptakan ruang publik yang lebih sehat.
“Sekitar 128 juta warga Indonesia terpapar risiko adiksi rokok. Kami prihatin karena sekitar 20 persen siswa SMP sudah menjadi perokok. Rokok bukan hanya adiktif, tapi juga mengancam masa depan generasi muda,” ujar Hasbullah.
Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, dalam sambutannya menekankan pentingnya peran daerah dalam menurunkan prevalensi perokok remaja. Ia mengingatkan bahwa kawasan tanpa rokok bukan sekadar spanduk atau deklarasi, tetapi langkah preventif untuk melindungi kelompok rentan.
“Saat ini, masih ada 28 kabupaten/kota yang belum memiliki perda KTR. Kami menargetkan seluruh daerah segera memilikinya sebelum akhir tahun,” kata Budi.
Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, menegaskan pentingnya sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah agar implementasi kawasan tanpa rokok bisa berjalan efektif.
“Jangan sampai masyarakat harus melindungi diri sendiri. Perlu intervensi dan penguatan regulasi dari pemerintah,” jelasnya.
Sementara itu, Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri, Akmal Malik, menyatakan bahwa penerapan kawasan tanpa rokok merupakan tanggung jawab pemerintah daerah dalam menjamin perlindungan publik.
“Daerah yang belum memiliki perda KTR agar segera menyusun regulasinya. Yang sudah ada, perlu menyesuaikan dengan ketentuan baru dalam PP 28/2024,” ujarnya.
Kementerian Kesehatan juga menggarisbawahi pentingnya pendekatan preventif. dr. Siti Nadia Tarmizi, Direktur Penyakit Tidak Menular, menyebut bahwa regulasi yang kuat akan mempermudah masyarakat untuk berhenti merokok.
“Mencegah jauh lebih baik daripada berhenti, karena berhenti dari kecanduan rokok bukan hal yang mudah,” tegasnya.
Dalam acara tersebut, empat provinsi yang seluruh wilayahnya telah memiliki perda KTR—Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, dan Bali—mendapat penghargaan dari pemerintah pusat.
Kawasan Tanpa Rokok (KTR), menurut sejumlah studi WHO, terbukti menurunkan tingkat partikel berbahaya di udara dalam ruang tertutup, serta mengurangi paparan asap rokok terhadap perokok pasif di fasilitas umum seperti sekolah, rumah sakit, dan perkantoran.
Langkah ini diharapkan menjadi pijakan penting bagi Indonesia dalam menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan mencegah generasi muda dari jeratan adiksi tembakau.
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait