Selain masalah status keanggotaan Polri, proses pengisian jabatan Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) yang menetapkan Hermansyah Siregar, S.H., M.H juga disorot. JMM menuduh penunjukan itu dilakukan tanpa mekanisme seleksi terbuka (open bidding) sebagaimana diatur untuk jabatan tinggi madya. “Jika penunjukan dilakukan tanpa open bidding, ini melanggar prinsip meritokrasi dan transparansi, serta bisa memicu konflik kepentingan,” kata Adrian.
Pernyataan publik sebelumnya dari Menteri PANRB, Rini Widyantini, mengingatkan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat. “Putusan MK langsung mengikat dan final. Kita harus menghormatinya,” ucap Rini saat memberikan keterangan beberapa hari setelah putusan dibacakan. Pernyataan ini kontras dengan pernyataan Menkum Supratman Andi Agtas yang sebelumnya menyebut polisi aktif yang sudah menduduki jabatan sipil “tak perlu mundur”, pernyataan yang kini menjadi bahan perdebatan publik.
Pengamat hukum tata negara menilai kasus ini membuka perdebatan tentang interpretasi putusan pengadilan konstitusi dan praktik administrasi negara. Mereka mendorong klarifikasi formal dari Kemenkum tentang dasar hukum pelantikan, tanggal penerbitan SK, serta apakah ada mekanisme administratif yang mengubah status kepegawaian sebelum pengangkatan.
Hingga kini, Kemenkum belum mengeluarkan keterangan resmi yang merinci proses administratif pelantikan Irjen Hendro maupun mekanisme seleksi DJKI. Kelompok masyarakat sipil mendesak agar kementerian melakukan evaluasi transparan dan, bila perlu, membatalkan atau menunda pelantikan sampai kejelasan hukum tercapai.
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait
