get app
inews
Aa Read Next : AMIN: Pemimpin yang Lahir dari Proses Kecurangan akan Menghasilkan Rezim Ketidakadilan

Ternyata SIREKAP Diduga Belum Diuji Teknik dan Publik, Roy Suryo: Periksa dan Audit Forensik IT KPU

Sabtu, 17 Februari 2024 | 09:57 WIB
header img
Pemerhati telematika, AI, OCB dan Multimedia Independen, Roy Suryo Foto: X/Twitter @KRMTRoySuryo2

JAKARTA, iNewsTangsel.id - Proses penghitungan suara masih terus dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Di saat bersamaan karut marut proses penghitungan suara menjadi viral. Lantas apa sebenarnya yang terjadi?

DR. KRMT Roy Suryo selaku pemerhati telematika, AI, OCB dan Multimedia Independen memberikan paparan analisa berikut di bawah ini:

Tulisan ini sebenarnya merupakan simpulan dan penegasan dari sebelumnya ("Selain Etik, Catatan Buruk Teknik di Pemilu 2024") kemarin 16/02/24, karena banyak sekali pihak -termasuk media yang meminta saya langsung "to the point" tanpa harus kehilangan referensi keilmiahannya, agar masyarakat awam lebih mudah mencerna apa yang sebenarnya terjadi secara teknis pada sistem IT yang digunakan KPU di Pemilu 2024 ini.

Intinya adalah, meski sistem SIREKAP berbasis OCR (Optical Character Recognizer) & OMR (Optical Mark Reader) ini bukan hal baru, bahkan embrionya sendiri sudah bisa dibilang "kuno" semenjak 110 tahun silam (1914), namun ironisnya KPU tidak bisa memanfaatkan secara maksimal, bahkan lebih bisa disebut asal-asalan karena saking banyaknya kesalahan teknis sampai menjadikanya Trending Topic selama beberapa hari terakhir, memalukan.

Bagaimana tidak, SIREKAP ini belum pernah diuji teknik dan publik secara benar-benar terbuka dan diawasi oleh Tim Independen di infrastruktur IT yang digelar untuk 38 provinsi di Indonesia yang memiliki heterogenitas baik teknologi maupun SDM-nya. "Sertifikasi" yg konon dimilikinyapun hanya dari Kemkominfo dan bukan institusi yang seharusnya kompeten memberikannya seperti BRIN. Itupun hanya diberikan kepada aplikasi yang bisa diunduh, tidak mencakup SDM / Operator yg menjalankannya.

Oleh karena itu menjadi tidak aneh kalau banyak sekali "anomali" seperti seringnya angka salah dipindai (misalnya 1 menjadi 7 atau bahkan 4, juga penambahan desimal yang membuat jumlahnya fantastis sampai ribuan, padahal lazimnya 1 TPS hanya berkapasitas 300 orang). Tuduhan adanya "algoritma sisipan" seperti yang disampaikan berbagai pihak-pun menjadi tidak bisa dihindari, karena "kesalahan" ini terjadi secara nyaris seperti TSM (Terstruktur Sistematis Masif) di banyak tempat, tidak hanya hitungan jari.

Editor : Vitrianda Hilba Siregar

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut