"Hukum harus digunakan untuk keadilan dengan menghormati hak asasi manusia (HAM) serta ada perlakuan yang sama di depan hukum. Artinya, semua tindakan pemerintah, institusi negara dan warga negara harus tunduk pada hukum. Namun, justru yang terjadi adalah rule by law, di mana hukum digunakan untuk kepentingan kekuasaan," tandas Sirra.
Effendi Saman membeberkan, meskipun Indonesia memiliki sistem hukum yang kompleks dengan hadirnya berbagai institusi penegak hukum, tetapi praktik-praktik pelemahan hukum tetap terjadi. Praktik-praktik ini berdampak pada kehidupan masyarakat yang semakin tidak menentu dan terjadinya pelemahan demokrasi. Seringkali, kata Effendi, ketidakadilan dan pelemahan hukum dipertontonkan melalui produk-produk politik yang sengaja diciptakan, seperti Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dan berbagai UU lainnya, yang tidak berpihak kepada rakyat.
"Diberlakukannya presidential-parliamentary threshold juga menyebabkan prinsip check and balance menjadi tidak berfungsi. Akibatnya, terjadi saling sandera politik dan hukum di kalangan elite penguasa," ungkap Effendi.
Bagi Senator ProDem, Effendi berujar, pelemahan hukum tersebut tidak hanya berdampak pada individu atau kelompok yang terlibat langsung, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan pemerintahan secara keseluruhan. Hal ini tentunya semakin memperburuk situasi ketidakpastian hukum, ketidakadilan bagi rakyat, kemunduran demokrasi, dan lemahnya penegakan HAM di Indonesia.
"Semua praktik politik ugal-ugalan ini diyakini oleh Senator ProDEM telah menjadikan negara sebagai pelayan kaum oligarki. Dengan menggunakan pengaruh besar dan kekayaan yang tak terbatas, kelompok ini telah memengaruhi kebijakan publik," bebernya.
Editor : Hasiholan Siahaan