Dia menjelaskan bahwa kasus ini dimulai pada 28 September 2022, ketika para pengacara, termasuk Victor Soekarno Bachtiar, bersama dengan Indra Ari Murto dan Riansyah, yang merupakan kuasa hukum Linda Herman, Tina, dan Nofian Budianto, mendaftarkan permohonan PKPU ke Pengadilan Niaga Surabaya terhadap PT. Hitakara dengan nomor register perkara 63/Pdt.Sus-PKPU/2022/PN.Niaga.Sbyr, dengan dalil palsu bahwa kliennya memiliki tagihan sebesar Rp. 1.545.057.652.
Namun, mereka mengetahui bahwa ada keterangan tidak benar dalam surat permohonan PKPU terkait pernyataan Linda Herman, Tina, dan Nofian Budianto yang mengklaim memiliki hak tagihan kepada PT. Hitakara.
Fakta bahwa Linda Herman, Tina, dan Nofian Budianto tidak memiliki tagihan terhadap PT. Hitakara terungkap setelah penyidik Dittipideksus Bareskrim Polri memeriksa 18 orang saksi, termasuk Kevin Silaban, Ajie Sumargo, Rudi Marwali dari Finance PT. STB, Andika (Purchasing Logistic PT. STB), serta Tim Kurator seperti Barito Adhi Putra, Dedi M Lawe, dan Tommy Apriawan, serta Akuntan Publik Gideon Adi & Rekan.
Rekayasa ini kemudian berlanjut dengan pemalsuan surat dalam Berita Acara Rapat tertanggal 20 Juli 2023 yang diduga dilakukan oleh Tim Kurator, di mana poin 17 menyatakan bahwa Debitur mencabut Proposal Perdamaian tertanggal 16 Maret 2023 dengan alasan diajukan Permohonan Pencabutan PKPU, sehingga Pemungutan Suara terhadap Proposal Perdamaian tidak dapat dilaksanakan.
Berita Acara ini kemudian diterima secara mentah-mentah oleh Hakim Pengawas dalam Perkara Nomor 63/Pdt.Sus-PKPU/2022/PN.Niaga.Sby, I Made Subagia Astawa, yang memberikan Rekomendasi Pailit kepada Majelis Hakim Pemutus Perkara, sehingga mengakibatkan PT. Hitakara dinyatakan pailit pada tanggal 2 Agustus 2023. Namun, pada kenyataannya, tidak pernah ada pencabutan Proposal Perdamaian baik secara lisan maupun tertulis dalam bentuk surat.
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait