Sejak tahun 2017, tutur Pahala, KPK bersama Kemenkes, BPJS Kesehatan, dan BPKP telah membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kecurangan Jaminan Kesehatan Nasional (PK-JKN), baik di level nasional, provinsi maupun kabupaten/kota. Pada tahun itu pula, tim KPK, BPJS, dan Kemenkes melakukan studi banding ke Amerika Serikat (AS) pada Healthcare Fraud Unit yang menangani fraud program Medicare, Medicaid, and Tricare (Obama Care). Saat studi banding itu, Biro Investigasi Federal AS (FBI) menyampaikan bahwa 3-10% klaim program layanan kesehatan di AS pasti ada fraud.
"Mereka keras, kalau ada fraud dibawa ke pidana," katanya.
Pada 2023, Tim PK-JKN yang terdiri atas KPK, Kemenkes, BPJS Kesehatan, dan BPKP bahu-membahu melakukan kegiatan piloting dan monitoring penelusuran skema kecurangan pada tiga fasilitas kesehatan (faskes)/rumah sakit (RS) untuk layanan katarak, sectio caesarea, dan hemodialisa yang kemudian dilakukan pendalaman lebih lanjut penelusuran/deteksi kecurangan pada sembilan faskes/RS di tiga provinsi yakni Sumatera Utara, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan untuk tiga layanan kesehatan yang sama.
Secara khusus, kata Pahala, KPK menyoroti layanan kesehatan fisioterapi dan operasi katarak di tiga RS. "Ternyata di tiga rumah sakit ada tagihan klaim 4.341 kasus tapi sebenarnya ada 1.000 kasus di buku catatan medis. Jadi sekitar 3.000-an itu diklaim sebagai fisioterapi, tapi sebenarnya enggak ada di catatan medis. Jadi kita bilang 3.269 ini sebenarnya fiktif yang kita bilang kategori dua, ini medical diagnose yang dibuat tidak benar," ujar Pahala.
Temuan Utuh dan Kerugian Negara Rp52,894 Miliar
Berdasarkan dokumen yang diperoleh iNewsTangsel.id, dari tiga provinsi yang dilakukan kegiatan penanganan kecurangan oleh Tim PK-JKN pada 2023, ternyata Tim fokus pada tiga RS di dua provinsi yaitu Sumatera Utara dan Jawa Tengah. Tim menemukan, tiga fakta utama.
Pertama, BPJS Kesehatan telah melakukan putus kontrak terhadap 26 fasilitas kesehatan kurun 2020–2023 berdasarkan dugaan berbagai kecurangan dan non-kecurangan mulai dari phantom billing, upcoding, repeat billing, fragmentation, readmition, manipulation of room charge, iur biaya, dokter berpraktik tanpa surat izin praktik (SIP), dan ketidaksesuaian diagnosa dan prosedur.
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait