JAKARTA, iNewsTangsel.id - Komisi Yudisial (KY) diminta untuk melakukan pengawasan terkait proses Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh Alex Denni, mantan pejabat Kementerian PAN-RB. Hal ini disampaikan oleh Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) melalui surat yang dikirim kepada Ketua Komisi Yudisial Amzulian Rifai pada 4 Februari 2025.
PBHI meminta agar KY memantau Mahkamah Agung (MA) yang memeriksa dan mengadili perkara PK Alex Denni. Permintaan ini muncul karena berkas PK yang telah dikirimkan kepada MA dua kali sejak Desember 2024 belum diterima oleh Kepaniteraan MA hingga saat ini.
Julius Ibrani, Ketua PBHI, menyatakan bahwa pelambatan dalam proses hukum ini menciptakan hambatan dalam peradilan yang seharusnya cepat dan efisien. “Berkas PK yang belum diterima di Kepaniteraan MA merupakan bentuk undue delay yang bertentangan dengan prinsip peradilan yang cepat dan murah,” ujar Julius di Jakarta, Rabu (12/2/2025).
Menurut pedoman Mahkamah Agung, berkas PK seharusnya sudah diterima dalam waktu 30 hari setelah persidangan selesai. Namun, hingga lebih dari dua bulan setelah permohonan PK, berkas perkara Alex Denni belum tercatat di sistem informasi Mahkamah Agung (SIPP), yang seharusnya mengungkapkan informasi tentang perkara tersebut.
Kondisi ini, menurut Julius, juga menyalahi prinsip keterbukaan informasi publik yang diatur dalam hukum. “Tidak adanya transparansi mengenai perkara ini menimbulkan ketidakadilan dan ketidakpastian hukum bagi para pencari keadilan,” urainya.
PBHI minta Komisi Yudisial mengawasi proses permohonan perkara Peninjauan Kembali Alex Denni. (Dok. Pri)
Sebagai tindak lanjut, PBHI meminta Komisi Yudisial untuk memanggil Pengadilan Negeri Bandung. Hal ini penting untuk menjelaskan mengapa berkas perkara Alex Denni belum diterima oleh Kepaniteraan MA meski sudah lebih dari dua bulan sejak pengiriman pertama.
PBHI juga mengharapkan agar Komisi Yudisial memberikan informasi mengenai perkembangan tindakan yang telah diambil. “Kami meminta agar KY tidak hanya melakukan pengawasan, tetapi juga mempublikasikan hasilnya kepada publik,” tegas Julius.
Selain lambatnya proses PK, PBHI juga menemukan sejumlah kejanggalan dalam penanganan perkara Alex Denni. Salah satunya adalah tidak adanya publikasi terkait putusan-putusan yang telah dijatuhkan, baik di tingkat pengadilan pertama, banding, maupun kasasi.
Julius menjelaskan bahwa Alex Denni tidak pernah menerima salinan putusan kasasi sejak dieksekusi pada Juli 2024. “Hal ini menciptakan keraguan tentang sahnya proses hukum yang dijalani Alex Denni, karena prosedur administrasi yang dilalui tidak sesuai dengan hukum acara pidana,” katanya.
Temuan lebih lanjut mengungkapkan ketidaksesuaian antara tanggal putusan kasasi dan rapat permusyawaratan hakim, yang mengarah pada indikasi adanya rekayasa putusan. “Bagaimana mungkin putusan yang belum ditandatangani dapat diumumkan?,” pungkas Julius menilai adanya dugaan ketidaksesuaian prosedur hukum.
Editor : Aris
Artikel Terkait