Ia juga meminta agar konsesi PT TPL dirasionalisasi dengan mempertimbangkan klaim masyarakat. Katanya, konflik akan terus terjadi jika klaim masyarakat tidak diakui dan tidak ada kejelasan batas wilayah konsesi.
“Saya sudah menjadwalkan pembahasan ini dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di DPD RI. Kita akan undang PT TPL, pemerintah, dan masyarakat yang tentunya akan menjadi bagian dari RDPU,” tegasnya.
Terkait gangguan terhadap ibadah, termasuk pemindahan lokasi acara, Penrad Siagian mengaku heran dan mengecam keras jika benar ada campur tangan PT TPL dalam hal ini.
“Kalau benar PT TPL menggerakkan ini, maka ini sudah keterlaluan! Sebelum acara, saya sudah menelepon Kapolres Toba dan Camat untuk meminta jaminan agar lokasi ibadah tidak dipindahkan. Mereka sudah memberi jaminan, tetapi tetap terjadi perpindahan. Saya tidak tahu tekanan apa yang memaksa ini terjadi,” katanya.
Ia memperingatkan bahwa tindakan seperti ini berbahaya secara sosial, politik, dan kultural, terutama di wilayah Tano Batak yang memiliki ikatan kuat dengan gereja.
“Di Tano Batak, mengganggu pimpinan gereja itu sangat berbahaya. Jangan sampai ini memicu respons di luar kendali yang bisa berdampak luas,” tegasnya.
Ia pun mengingatkan semua pihak, termasuk kepolisian dan pemerintah, untuk lebih bijak dalam menangani konflik ini agar tidak memicu ketegangan yang lebih besar di tengah masyarakat.
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait