MAKI Dukung Kejaksaan Usut Tuntas Kasus PDNS Tanpa Tebang Pilih

Hasiholan
Boyamin menyinggung lemahnya sistem pertahanan siber yang menyebabkan terjadinya peretasan PDNS 2 Surabaya oleh kelompok Brain Cipher Ransomware pada Juni 2024.

JAKARTA, iNewsTangsel.id - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendukung langkah Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat dalam mengusut dugaan korupsi proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS). Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, menekankan pentingnya penanganan kasus ini dilakukan secara menyeluruh tanpa pandang bulu, termasuk memeriksa semua pihak yang terlibat dalam proyek strategis tersebut.

“Saya mengapresiasi Kejari Jakarta Pusat yang sudah mulai menyidik kasus ini. Ini bukan sekadar gangguan teknis, tapi ada dugaan permainan proyek. Tetapkan tersangka, tahan, dan bawa ke pengadilan,” kata Boyamin dalam pernyataannya kepada wartawan, Minggu (27/4/2025).

Proyek PDNS yang dikelola Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo)—sekarang bernama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi)—merupakan program strategis nasional sejak 2020 dengan total pagu anggaran mencapai Rp958 miliar. Dalam perjalanannya, proyek ini beberapa kali berpindah tangan antar penyedia layanan.

Pada 2021 dan 2022, PT Aplikanusa Lintasarta memenangkan tender layanan cloud dengan nilai kontrak masing-masing Rp102 miliar dan Rp188,9 miliar. Namun, sejak 2023, pengelolaan PDNS 2 beralih ke Telkom Sigma, anak usaha Telkom Indonesia. Nilai proyek pun melonjak, dengan kontrak tahun 2023 mencapai Rp350,9 miliar dan Rp256,5 miliar pada 2024.

Boyamin mendorong Kejari untuk menyelidiki secara rinci seluruh proses pengadaan, aliran dana, dan komunikasi antar pihak. Ia menyebut pentingnya memeriksa dokumen kontrak hingga data elektronik, termasuk kemungkinan penyadapan pembicaraan relevan.

“Semua pihak harus diperiksa. Dokumen disita, dana dilacak, komunikasi diperiksa. Kejaksaan sekarang punya kewenangan menyadap, jadi tidak ada alasan untuk tidak mengungkap semuanya,” tegasnya.

Ia menilai ada dua hal penting yang harus dicapai dari penanganan kasus ini: penyitaan uang pengganti dari pelaksana proyek dan perbaikan sistem keamanan data nasional.

Boyamin menyinggung lemahnya sistem pertahanan siber yang menyebabkan terjadinya peretasan PDNS 2 Surabaya oleh kelompok Brain Cipher Ransomware pada Juni 2024. Peristiwa itu menyebabkan lumpuhnya layanan di 239 instansi pemerintah, termasuk 30 kementerian/lembaga, 15 provinsi, 148 kabupaten, dan 48 kota.

Saat itu, peretas menuntut tebusan sebesar 8 juta dolar AS (sekitar Rp131 miliar). Berbeda dengan PDNS 1 di Tangerang yang dikelola Lintasarta dan tidak terdampak, PDNS 2 berada di bawah pengelolaan Telkom Sigma.

Praktisi keamanan siber Alfons Tanujaya turut mengkritik Kominfo atas pemilihan vendor pengelola data yang dinilai kurang cermat. Ia menegaskan bahwa Telkom Sigma harus bertanggung jawab atas kebocoran data yang terjadi.

Boyamin pun menduga ada kemungkinan dana perlindungan data telah dicairkan, namun tidak digunakan sesuai peruntukan. “Kalau sistem keamanan dibangun dengan benar, seharusnya bisa mencegah serangan. Kalau sampai jebol, patut dicurigai ada kelalaian atau bahkan kesengajaan,” tutupnya.

 

Editor : Hasiholan Siahaan

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network