JAKARTA, iNewsTangsel.id - Koordinator Koalisi Sipil Masyarakat Anti-Korupsi, Ronald Loblobly, menjalani pemeriksaan selama dua setengah jam oleh Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung RI, Senin (26/5/2025), usai melaporkan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah terkait penanganan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Zarof Ricar.
Ronald hadir bersama sejumlah tokoh antikorupsi, di antaranya Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso, Koordinator TPDI Petrus Selestinus, serta Carrel Ticualu dari Peradi Pergerakan.
“Pemeriksaan berlangsung dari pukul 10.30 hingga 13.00 WIB. Ada 13 pertanyaan yang diberikan. Intinya, mereka ingin tahu sejauh mana kami mengikuti kasus ini dan fakta-fakta yang kami nilai janggal,” ujar Ronald kepada wartawan usai diperiksa di Gedung Jamwas, Kejaksaan Agung, Jakarta.
Dalam.pemeriksaan tersebut, Koalisi Sipil Masyarakat Anti-Korupsi meminta Jamwas mendalami empat temuan utama yang disebut sebagai indikasi unprofessional conduct, penyalahgunaan wewenang, hingga upaya menghalangi penyidikan (obstruction of justice) oleh Jampidsus Febrie Adriansyah.
Pertama, hingga kini belum ada penggeledahan terhadap rumah maupun kantor pihak pemberi suap, padahal sejak Oktober 2024, Zarof Ricar mengaku menerima suap Rp50 miliar dan Rp20 miliar dari Purwati Lee, Wakil Presiden PT Sweet Indolampung (SIL), anak usaha Sugar Group Companies.
“Baru enam bulan setelah pengakuan itu, Purwati Lee dan Direktur Utama SIL Gunawan Yusuf dipanggil penyidik,” ungkap Ronald. “Itu saja setelah kritik publik menguat.”
Selain itu, dalam sidang 7 Mei 2025, Zarof kembali menegaskan pengakuannya menerima suap. Ronald menyebut, ada “meeting of minds” antara Zarof sebagai perantara hakim agung dan Sugar Group sebagai pemberi suap, demi mempengaruhi hasil perkara perdata di Mahkamah Agung melawan Marubeni Corporation.
“Anehnya, saat ditemukan barang bukti Rp915 miliar dan 51 kilogram emas, Febrie justru mengatakan tidak perlu memeriksa pihak lain meski namanya disebut tersangka. Pernyataan ini tidak logis dan patut dicurigai,” tegas Ronald.
Sugeng Teguh Santoso dari IPW menambahkan, dakwaan jaksa terhadap Zarof Ricar hanya menggunakan pasal gratifikasi, bukan pasal suap, padahal ditemukan indikasi kuat tindak pidana suap.
“Ini pelanggaran serius terhadap berbagai regulasi, mulai dari Kode Perilaku Jaksa hingga UU Tipikor. Apalagi bukti dan diksi dalam dakwaan sudah sangat jelas: ada jabatan, pengaruh terhadap putusan, hingga uang yang disebut ‘titipan’,” ungkap Sugeng.
Menurut Sugeng, penyidik dan JPU seharusnya menempatkan Zarof sebagai gatekeeper, bukan penerima akhir uang. Hal ini penting untuk mengungkap struktur dan aktor utama dalam jaringan korupsi tersebut.
Fakta ketiga yang dipersoalkan Koalisi adalah kesaksian anak Zarof, Ronny Bara Pratama, yang menyebut uang sitaan berjumlah Rp1,2 triliun, bukan Rp915 miliar. “Lalu ke mana sisa Rp285 miliar itu?” tanya Sugeng.
Fakta keempat, menurut Ronald, JPU tidak menggunakan bukti elektronik dari hasil penggeledahan di rumah Zarof—termasuk ponsel, laptop, dan akun email keluarga—yang berpotensi mengungkap aliran dana dan komunikasi terkait suap.
“Kejagung seolah menyembunyikan barang bukti digital itu dari publik,” tegas Ronald.
Koordinator TPDI, Petrus Selestinus, menegaskan Koalisi tetap mendukung langkah Presiden Prabowo Subianto dalam pemberantasan korupsi. Namun ia meminta Presiden mengevaluasi kinerja Febrie Adriansyah.
“Kalau dugaan penyalahgunaan wewenang di Jampidsus terus dibiarkan, agenda reformasi hukum Presiden akan terhambat. Febrie selama ini justru terindikasi mengelabui publik dan Presiden dengan narasi bombastis penegakan hukum,” kata Petrus.
Sebagai bentuk konkret, Koalisi akan menyerahkan Surat Terbuka kepada Presiden RI pada Rabu (28/5/2025) di Istana Negara, bersama buku berjudul “Memberantas Korupsi Sembari Korupsi”, yang berisi himpunan dugaan penyimpangan dalam penyidikan di Jampidsus Kejaksaan Agung RI.
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait