JAKARTA, iNewsTangsel.id - Peringatan Hari Bhayangkara ke-79 menjadi titik penting bagi Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melakukan refleksi mendalam. Di tengah dinamika sosial dan teknologi yang berubah cepat, tuntutan masyarakat terhadap Polri semakin tinggi—tak sekadar sebagai aparat penegak hukum, melainkan juga simbol keadilan, keteladanan, dan kedekatan dengan rakyat.
Sejumlah lembaga survei pada Januari 2025 mencatat tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Polri cukup tinggi—73,5 persen mengaku puas, 75,7 persen merasa terlindungi, dan 79,3 persen menilai pelayanan publik berjalan baik. Namun, citra positif Polri justru tertinggal, hanya 65,7 persen, di bawah beberapa lembaga negara lain, ujar Ilham Pangumbara – Koordinator Persatuan Pemuda Mahasiswa Peduli Polri Presisi (PERMISI).
Kesenjangan ini menunjukkan bahwa kerja keras Polri belum sepenuhnya tercermin dalam persepsi publik. Salah satu penyebab utamanya adalah respons lambat, kurang transparansi, serta penanganan kasus menonjol yang menuai kritik. "Kasus penembakan siswa SMK dan konflik internal bersenjata antaraparat, misalnya, memperbesar keraguan publik terhadap integritas dan akuntabilitas institusi," tegas Ilham, Selasa (1/7/2025).
Di tengah ledakan informasi, Polri juga harus bersaing dengan kecepatan arus narasi di media sosial. Data menunjukkan bahwa lebih dari 44 persen interaksi publik terhadap Polri di platform digital bernada negatif. Ini menjadi sinyal kuat bahwa strategi komunikasi harus berubah.
Menurut Ilham, langkah-langkah digitalisasi seperti tilang elektronik dan layanan SIM online memang patut diapresiasi. Namun, kecepatan dalam merespons isu viral, serta pendekatan yang lebih empatik, masih menjadi pekerjaan rumah. Tanpa narasi yang tepat waktu dan humanis, kerja keras bisa tertutupi oleh kesalahpahaman.
Sebagai bagian dari upaya mendorong reformasi, PERMISI menyampaikan sejumlah rekomendasi konkret:
- Perkuat komunikasi publik yang proaktif: Publikasikan capaian nyata, terutama dalam isu sensitif seperti perdagangan orang, kekerasan domestik, dan kejahatan siber.
- Bangun sistem respons krisis yang cepat dan transparan: Jangan biarkan kabar simpang siur berkembang tanpa klarifikasi resmi yang jujur.
- Bentuk tim khusus manajemen reputasi digital: Bertugas membaca sentimen publik secara real-time dan menyiapkan narasi yang membangun.
- Libatkan pemuda dalam program edukasi hukum: Ajak organisasi kepemudaan sebagai mitra untuk membentuk budaya taat hukum sejak dini.
- Perkuat pengawasan internal dan audit independen: Reformasi tidak cukup pada permukaan. Akar masalah seperti impunitas dan pelanggaran etik harus ditangani secara tegas.
"Dengan dimulainya era pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming, ekspektasi publik terhadap institusi-institusi negara—termasuk Polri—ikut meningkat," ujar Ilham. Kami berharap Polri bisa menjadi aktor utama dalam menjaga stabilitas nasional dengan tetap mengedepankan perlindungan hak-hak sipil, tegasnya.
Dukungan politik terhadap transformasi kelembagaan harus dimanfaatkan untuk mempercepat perbaikan menyeluruh. Polri harus menjadi lembaga yang Presisi—Prediktif, Responsif, dan Transparan Berkeadilan—bukan sekadar slogan, tetapi dalam praktik nyata, tutupnya.
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait