JAKARTA, iNewsTangsel.id - Dalam upaya memperkuat sistem pertanian yang berkelanjutan dan legal, perusahaan agrikultur Gemah Ripah Loh Jenawe (GRLJ) tampil sebagai salah satu produsen benih penutup tanah (cover crop) yang telah mengantongi izin resmi dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Legalitas perusahaan tersebut diperoleh melalui Surat Izin Usaha Produksi Benih Tanaman Perkebunan yang diterbitkan pada 29 Oktober 2019.
Direktur Utama GRLJ, Hezkia Malmsteen, menjelaskan bahwa legalitas usaha merupakan aspek fundamental yang membedakan produsen benih formal dengan praktik peredaran benih tanpa standar mutu. “Kami tidak hanya memproduksi benih, tetapi juga menjalankannya sesuai regulasi yang berlaku. Legalitas memberi kejelasan dalam kualitas dan perlindungan hukum bagi semua pihak yang terlibat,” ujar Hezkia, Minggu (20/7/2025).
GRLJ sendiri didirikan pada 11 Mei 2011 dan fokus memproduksi benih leguminosa penutup tanah seperti Pueraria javanica, Mucuna bracteata, Calopogonium mucunoides, dan Centrosema pubescens. Tanaman-tanaman tersebut berperan penting dalam konservasi tanah, mengendalikan gulma, serta memperbaiki kesuburan lahan — terutama di perkebunan kelapa sawit.
Menurut Direktur GRLJ, Kelvin, seluruh benih yang diproduksi telah melalui pengujian viabilitas daya tumbuh dan sortasi ketat untuk memastikan kualitas lapangan. “Kami bekerja sama dengan laboratorium uji seperti Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) untuk memastikan bahwa benih yang didistribusikan memenuhi standar,” katanya.
Namun yang menjadi perhatian bukan hanya kualitas produk, melainkan juga cara produksinya. GRLJ menggandeng lebih dari 500 petani di wilayah Jawa Timur, khususnya di sekitar Taman Nasional Meru Betiri dan kawasan hutan produksi Perhutani. Para petani dilibatkan dalam seluruh proses produksi: mulai dari penanaman, penangkaran, hingga penyortiran dan pengemasan benih.
Perwakilan Organisasi Petani Rehabilitasi (OPR), Suyatno, menyebut pola kemitraan ini memberi manfaat langsung bagi petani lokal. “Kami bukan hanya tenaga kerja musiman. Dengan sistem ini, petani bisa terlibat penuh dalam proses produksi dan turut mengakses pasar nasional,” ujarnya.
Hal senada diungkapkan oleh Ketua KUPS Mandiri Jaya, Siti Nurjanah, yang menyebut kemitraan tersebut membuka peluang peningkatan pendapatan rumah tangga petani. “Ada kejelasan sistem, dan yang paling penting kami dihargai sebagai mitra, bukan hanya pelaksana di lapangan,” katanya.
Nama “Gemah Ripah Loh Jenawe” sendiri diambil dari falsafah Jawa yang menggambarkan kemakmuran dan kesuburan tanah air. Ungkapan ini juga mencerminkan arah yang dituju perusahaan: menciptakan sistem pertanian yang tidak hanya produktif, tapi juga memperhatikan kesejahteraan petani dan keberlanjutan lingkungan.
Dengan pendekatan legal, partisipatif, dan berbasis komunitas, GRLJ memperlihatkan bahwa produksi benih tidak semata soal komoditas, tetapi juga tentang membangun ekosistem agrikultur yang lebih adil dan tangguh dari akar rumput.
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait