Nepotisme Mendegradasi Moral Kenegarawanan 8 Hakim Konstitusi Kita
Pernyataan Juru Bicara MK Fajar Laksono membenarkan kabar bahwa Anwar Usman, masih menggunakan beberapa fasilitas Ketua MK,” seperti Mobil Dinas, Ruang Kerja Ketua MK, Rumah Dinas Ketua MK, jelas merusak tata cara Keprotokoleran Pejabat Tinggi Negara di MK dan di tempat-tempat lain sebagai penghormatan terhadap kedudukan Pejabat Negara yang meliputi Tata Tempat, Tata Upacara, dan Tata Penghormatan sebagai bentuk penghormatan kepada sesorang sesuai dengan jabatan, kedudukannya dalam negara, pemerintahan atau masyarakat.
Karena itu Pembentuk UU merasa perlu mengatur persoalan Keprotokoleran Indonesia dengan UU yaitu UU No.9 Tahun 2010 Tentang Keprotokoleran dan PP No. 56 Tahun 2019 Tentang Pelaksanaan UU No. 9 Tahun 2010, sebagai wujud Etika Bernegara dan Berbangsa dan memelihara kebiasaan Internasional dan nasional dalam memberi penghormatan kepada Pejabat Negara di manapun termasuk dilingkungan MK.
Sebagai Lembaga Tinggi Negara di bidang Kekuasaan Kehakiman, maka MK tunduk dan terikat kepada UUD 1945 dan kepada UU No.9 Tahun 3010 Tentang Keprotokoleran, termasuk wajib menjaga marwah Ketua MK selaku Pimpinan tertinggi pada Lembaga Tinggi Negara di MK.
Dengan demikian janji Kepala Biro Humas MK bahwa Pimpinan MK akan segera menyelesaikan penataan fasilitas Ketua MK, dari Anwar Usman ke Dr. Suhartoyo setelah MK tuntas melaksanakan persidangan perselisihan hasil pemilihan umum atau PHPU 2024, merupakan kebijakan yang bertentangan dengan UU.
Hakim MK Tersandera dan Tunda Memutus Perkara
Bahkan ini menjadi bukti bahwa 8 Hakim Konstitusi di MK tidak berwasasan sebagai negarawan, tidak memiliki nyali untuk berkata tidak pada sesuatu yang bersifat melanggar hukum, bahkan mereka membiarkan pelanggaran hukum oleh mantan Ketua MK-nya sendiri tanpa daya apapun menyatakan tidak.
Ini adalah sikap tidak berdaya 8 (delapan) Hakim Konstitusi kita menghadapi hegomoni kekuasaan Nepotisme yang sudah terlalu dalam mengakar di MK bahkan ikut merusak mental 8 (delapan) Hakim Konstitusi terutama runtuhnya sikap kenegarawanannya, rintuh moralitas, netralitas dan terbelenggu nalar akibat Nepotisme.
Mereka masih menghamba kepada Kekuasaan Eksekutif, bahkan monoloyalitas kepada kekuasaan Ekeslutif sudah merambah ke MK. Inilah yang disayangkan, apa lagi besok tanggal 22 April 3024 mereka akan melahirkan Peristiwa Hukum yang sangat penting bagi Rakyat Indonesia, Peristiwa Hukum yang menentukan bagi kedaulatan berada di tangan rakyat yang laksanakan dengan Luber dan Jurdil sesuai UUD 45.
Karena itu 8 (delapan) Hakim Konstitusi yang akan menentukan nasib bangsa ini ke depan sesuai harapan rakyat, maka diperlukan kondisi Hakim Konstitusi yang dalam keadaan merdeka dan bebas dari segala pengaruh apapun juga.
Namun jika 8 (delapan) Hakim Konstitusi ini hingga besok masih dalam cengkraman Nepotisme sehingga kebebasan dan kemerdekaannya terganggu, maka lebih baik besok 22/4/2024, jangan putus dulu Perkara Perselisihan Hasil Pilpres atau sebelu membuka persidangan 8 Hakim MK harus mendeclare dan menjamin bahwa mereka benar-benar dalam keadaan bebas secara lahir dan bathin.
Editor : Hasiholan Siahaan