"Gas itu boleh naik boleh turun. Itulah bisnis. Tidak ada bisnis yang naik terus atau turun (terus). Selalu ada naik dan turun. Jadi, kita tidak bisa mengadili suatu kebijakan, apabila itu ada indikasi faktor-faktor luar yang mempengaruhi bisnis itu. Tiba-tiba ekonomi luar turun, maka ikut turun juga Indonesia. Mungkin pada waktu perencanaan itu (pengadaan LNG Pertamina) ekonomi bagus, tapi tiba-tiba turun. Itulah risiko bisnis," tandas JK.
Keterangan tersebut disampaikan JK saat dihadirkan oleh penasihat hukum Karen Agustiawan sebagai saksi meringankan untuk Karen, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (16/5/2024).
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Karen Agustiawan selaku Dirut Pertamina telah melakukan beberapa perbuatan secara berlanjut secara melawan hukum dalam kasus dugaan korupsi memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas dan pengadaan LNG Corpus Christi Liquefaction LLC Amerika Serikat pada Pertamina tahun 2011 hingga tahun 2021.
Perbuatan tersebut telah memperkaya diri Karen sebesar Rp1.091.280.281,81 dan USD104.016,65 (setara Rp1,6 miliar) dan memperkaya korporasi yaitu Corpus Christi Liquefaction LLC seluruhnya sebesar USD113.839.186,60 (atau setara Rp 1,77 triliun).
Akibatnya, merugikan keuangan negara cq PT Pertamina (Persero) sebesar USD113.839.186,60 (setara Rp 1,77 triliun), sebagaimana Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam rangka penghitungan kerugian negara atas pengadaan LNG Corpus Christi Liquefaction LLC pada PT Pertamina (Persero) dan Instansi terkait lainnya Nomor: 74/LHP/XXI/12/2023 tertanggal 29 Desember 2023.
Editor : Hasiholan Siahaan