MAKI Gugat Praperadilan KPK, Identitas Gembong Mafia Minyak Terungkap di Kasus Korupsi Pertamina

JAKARTA, iNewsTangsel.id - Gugatan praperadilan yang diajukan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) bersama LP3HI dan ARUKKI terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengungkap identitas mafia minyak yang berupaya kembali menguasai bisnis migas di tengah gencarnya pemberantasan korupsi Pertamina oleh Kejaksaan Agung. Sosok tersebut diduga adalah Widodo Ratanachaitong (WR), pemilik TIS Petroleum (Asia) Pte Ltd dan Kernel Oil Pte Ltd, yang disebut sebagai dalang utama suap dan kolusi di sektor migas.
MAKI menggugat KPK karena dianggap lamban dalam menangani kasus korupsi di SKK Migas dan PT Pertamina Energy Trading Limited (Petral).
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, menegaskan bahwa KPK harus bertindak tegas dalam menangani kasus ini.
"Widodo bukan nama baru dalam skandal migas. Namanya sudah disebut dalam kasus suap SKK Migas, tetapi hingga kini belum pernah ditetapkan sebagai tersangka. Ini menimbulkan pertanyaan besar, ada apa dengan KPK?" ujar Boyamin dalam keterangannya di Jakarta, Senin (17/3/2025).
Salah satu gugatan MAKI berkaitan dengan kasus suap yang menjerat mantan Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini. Rudi tertangkap tangan menerima suap sebesar USD 900 ribu dan SGD 200 ribu dari Kernel Oil Pte Ltd, yang diwakili oleh Simon Gunawan Tanjaya, pada 13 Agustus 2013. Rudi kemudian divonis 7 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta pada April 2014.
Namun, hingga kini Widodo Ratanachaitong, pemilik Kernel Oil, belum pernah dijadikan tersangka, meskipun namanya disebut dalam surat dakwaan dan pertimbangan putusan hakim dalam kasus Rudi Rubiandini.
"Kami mendesak KPK segera menetapkan Widodo sebagai tersangka. Jangan sampai pelaku utama pemberi suap dibiarkan bebas, sementara penerima suap sudah menjalani hukuman bertahun-tahun," tegas Boyamin.
Selain kasus di SKK Migas, Widodo juga diduga menjalankan skema korupsi melalui TIS Petroleum (Asia) Pte Ltd, sebuah perusahaan yang secara formal dimiliki oleh Ivan Handojo, tetapi sebenarnya dikendalikan oleh Widodo.
TIS Petroleum diduga menyuap pejabat di sebuah perusahaan daerah di Riau agar memperoleh hak eksklusif atas minyak mentah Minas tanpa melalui tender terbuka. Pada 2024, TIS tetap mendapatkan kontrak dari BSP meskipun mengalami keterlambatan dalam pembayaran kargo dan gagal memenuhi kewajiban keuangan.
Skema serupa juga diduga terjadi di PT Saka Energy, anak usaha PT Perusahaan Gas Negara (PGN). Saka memberikan kontrak jangka panjang kepada TIS tanpa tender tahunan, bahkan setelah TIS gagal membayar uang muka sebesar USD 31 juta pada 2024.
Akibat praktik korupsi ini, negara dirugikan karena kilang Pertamina harus mengimpor minyak dengan harga lebih mahal, sementara minyak domestik yang lebih murah justru tidak bisa dibeli.
Gugatan praperadilan kedua yang diajukan MAKI terkait kasus dugaan korupsi di PT Petral. Pada 2014, Satgas Anti-Mafia Migas yang dipimpin Faisal Basri menemukan adanya kecurangan dalam pengadaan minyak melalui perusahaan asing. Salah satu indikasi kecurangan adalah kemenangan Maldives NOC Ltd dalam tender, meskipun perusahaan ini tidak memiliki sumber minyak sendiri dan hanya bertindak sebagai perantara fiktif.
KPK mulai menyelidiki kasus ini sejak Juni 2014, tetapi baru pada September 2019 menetapkan Bambang Irianto, Managing Director Pertamina Energy Services Pte. Ltd (PES), sebagai tersangka. Ia diduga menerima suap USD 2,9 juta melalui rekening SIAM Group Holding Ltd.
"Kasus ini terlalu lama dibiarkan tanpa kejelasan. Apakah hanya satu orang yang bertanggung jawab? Kami mendesak KPK untuk mengusut pihak lain yang terlibat, termasuk jaringan yang lebih luas," ujar Boyamin.
Melalui gugatan praperadilan ini, MAKI meminta KPK untuk segera: Menetapkan Widodo Ratanachaitong sebagai tersangka dalam kasus suap SKK Migas, Mengusut dugaan suap TIS Petroleum terhadap pejabat BSP dan Saka Energy, Menelusuri aliran dana dan dugaan kolusi antara TIS, BSP, Saka, dan Kilang Pertamina Internasional, Mengembangkan penyidikan kasus Petral agar tidak berhenti pada satu tersangka.
"KPK tidak boleh diam. Jika tidak segera bertindak, ini bisa menjadi skandal korupsi migas terbesar yang berdampak langsung pada keuangan negara," tegas Boyamin.
Boyamin juga menegaskan bahwa KPK tidak boleh kalah agresif dibandingkan Kejaksaan Agung dalam menangani kasus besar di sektor migas.
"Jika Kejagung bisa menangani kasus di Pertamina, KPK juga harus menunjukkan keberaniannya," pungkasnya.
Sidang praperadilan atas gugatan ini dijadwalkan mulai Selasa, 18 Maret 2025, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Editor : Hasiholan Siahaan