Dalam kesempatan yang sama, Aelyn Halim, Mantan Putri Favorit Indonesia 2010, juga menyoroti ketidakadilan dan kepastian hukum yang dirasakan akibat tindakan pengeroyokan yang diduga dilakukan oleh mantan suami dan keluarganya. Aelyn berharap penyidik Polda Metro Jaya dapat bergerak untuk menetapkan status P21. Selain itu, ia juga terpisah dari anaknya selama 4 tahun meskipun hak asuh berada pada dirinya.
Hadir juga perwakilan dari Deputi Pemenuhan Hak Anak, KemenPPPA, yang membantu dan memantau perkembangan kasus-kasus perebutan hak asuh anak. Sesuai dengan tugasnya sebagai koordinator, KemenPPPA telah berkoordinasi dengan berbagai kementerian untuk penyelesaian kasus-kasus perebutan hak asuh anak yang mengabaikan keputusan hak asuh resmi.
"Kasus-kasus ibu ini telah masuk ke dalam layanan kami, yaitu SAPA 129. Kami telah memberikan layanan sesuai dengan kebutuhan, misalnya kami telah mendampingi kasus Ibu Nur di Solo," ungkap perwakilan dari Deputi Pemenuhan Hak Anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
"Kami tetap mendampingi kasus-kasus orang tua yang kehilangan anak mereka. Kami juga menyediakan pendampingan psikologis bagi anak dan orang tua yang ditinggalkan," tambah Permina Sianturi, perwakilan deputi khusus pemenuhan hak anak, KemenPPPA.
Erlinda, sebagai seorang pemerhati perempuan dan anak serta perwakilan dari Kantor Staf Presiden, berpendapat bahwa negara telah hadir melalui Mahkamah Agung dengan PERMA.
"Negara telah hadir melalui Mahkamah Agung. Kita tahu bahwa Perma sudah ada. Namun, optimalisasi dari penegakan hukum, terutama Mahkamah Agung, masih belum optimal. Mereka (Mahkamah Agung) memiliki SOP sehingga kementerian, lembaga, atau yang ditunjuk oleh Mahkamah Agung, ketika hak asuh anak sudah jatuh pada satu orang tua, hal tersebut seharusnya dijalankan dengan benar," katanya.
"Kami sangat prihatin karena seorang ibu membawa anaknya selama 9 bulan dan terjalin ikatan batin. Kita harus memikirkan masa depan anak-anak yang menderita dan membutuhkan kehadiran seorang ibu yang melahirkan mereka. Ini berbahaya bagi perkembangan anak. Ada penelitian yang menunjukkan bahwa lebih dari 60% anak-anak yang tumbuh dalam konflik orang tua mengalami gangguan mental atau psikis," tambah Erlinda.
"Ini seperti gunung es. Dalam laporan kami, lebih dari 1000 perempuan berharap bertemu dengan anak-anak mereka. Ini hanya data dari yang berani bersuara, sementara banyak lagi yang belum berani," papar Erlinda.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta
Artikel Terkait