Pemilik Tanah di Pondok Aren Dilaporkan ke Polisi karena Masuk Pekarangannya Sendiri

Doni Marhendo
Jika negara tidak melindungi hak masyarakat, lalu siapa lagi? Kami akan meminta perhatian Presiden, Menteri ATR, dan DPR agar kasus ini tidak diabaikan.

PONDOK AREN, iNewsTangsel.id - Kasus hukum yang menimpa Sumiyati, warga Kelurahan Pondok Betung, Kecamatan Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), menarik perhatian publik. Ia dilaporkan ke polisi atas tuduhan memasuki pekarangan tanpa izin, padahal tanah tersebut adalah miliknya sendiri.

Akibat laporan tersebut, Sumiyati kini harus menghadapi sidang di Pengadilan Negeri Kota Tangerang dalam waktu dekat. Kasus ini pun menimbulkan pertanyaan besar tentang keadilan hukum di Indonesia, khususnya dalam perkara pertanahan.

Kuasa hukum Sumiyati, Sulaiman N. Sembiring, menilai laporan terhadap kliennya tidak masuk akal. Sumiyati telah menempati rumah di atas tanah tersebut selama puluhan tahun, tetapi justru dilaporkan saat memasuki pekarangan miliknya sendiri.

"Ini kasus yang aneh. Klien kami adalah pemilik sah tanah tersebut, tetapi malah dituduh memasuki pekarangan tanpa izin. Seharusnya ada pemeriksaan yang lebih teliti sebelum laporan ini diproses," ujar Sulaiman, Sabtu (8/2/2025).

Menurutnya, kasus ini merupakan bagian dari sengketa tanah yang telah berlangsung lama. Konflik ini melibatkan delapan ahli waris yang sedang mempertahankan hak atas tanah tersebut melawan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Sulaiman mengungkapkan bahwa pihaknya akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kedua ke Mahkamah Agung (MA), meskipun sebelumnya telah ada putusan terkait sengketa tanah tersebut.

"Putusan yang ada tidak tepat, sehingga kami akan mengajukan PK kedua agar Mahkamah Agung dapat memeriksa kembali perkara ini. Ada banyak kejanggalan yang perlu dikoreksi," jelasnya.

Ia berharap tanah sengketa dapat dikembalikan kepada ahli waris yang sah, mengingat mereka memiliki dokumen asli seperti girik. Selain itu, ia menegaskan bahwa langkah hukum ini juga bertujuan memperbaiki sistem hukum agar lebih berpihak pada rakyat kecil.

Selain mengajukan PK, tim kuasa hukum juga berencana meminta perhatian dari Presiden, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Jika negara tidak melindungi hak masyarakat, lalu siapa lagi? Kami akan meminta perhatian Presiden, Menteri ATR, dan DPR agar kasus ini tidak diabaikan. Salah satu jalur yang bisa ditempuh adalah melalui Pak Nusron," tegas Sulaiman.

Ia juga mengungkapkan berbagai kejanggalan dalam proses hukum yang dijalani Sumiyati. Salah satunya adalah kesulitan memperoleh salinan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari kepolisian, yang seharusnya menjadi hak kliennya dalam proses pembelaan.

Tak hanya itu, nama Muslihuddin yang disebut sebagai pelapor dalam perkara ini juga menimbulkan tanda tanya. Pasalnya, ia dikabarkan telah meninggal dunia, sehingga status pelaporan tersebut menjadi semakin janggal.

Kuasa hukum Sumiyati juga mempertanyakan pemanggilan kliennya oleh Kejaksaan Negeri Tangerang Selatan. Menurutnya, surat panggilan yang diterima tidak memiliki nomor, stempel, atau tanda tangan resmi, yang menunjukkan adanya ketidaksesuaian prosedur.

Kasus ini semakin memperkuat sorotan terhadap permasalahan pertanahan di Indonesia, di mana konflik kepemilikan tanah sering kali berujung pada ketidakadilan bagi masyarakat kecil.

Editor : Hasiholan Siahaan

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network