MAKI Gugat Praperadilan KPK, Identitas Gembong Mafia Minyak Terungkap di Kasus Korupsi Pertamina

Akibat praktik korupsi ini, negara dirugikan karena kilang Pertamina harus mengimpor minyak dengan harga lebih mahal, sementara minyak domestik yang lebih murah justru tidak bisa dibeli.
Gugatan praperadilan kedua yang diajukan MAKI terkait kasus dugaan korupsi di PT Petral. Pada 2014, Satgas Anti-Mafia Migas yang dipimpin Faisal Basri menemukan adanya kecurangan dalam pengadaan minyak melalui perusahaan asing. Salah satu indikasi kecurangan adalah kemenangan Maldives NOC Ltd dalam tender, meskipun perusahaan ini tidak memiliki sumber minyak sendiri dan hanya bertindak sebagai perantara fiktif.
KPK mulai menyelidiki kasus ini sejak Juni 2014, tetapi baru pada September 2019 menetapkan Bambang Irianto, Managing Director Pertamina Energy Services Pte. Ltd (PES), sebagai tersangka. Ia diduga menerima suap USD 2,9 juta melalui rekening SIAM Group Holding Ltd.
"Kasus ini terlalu lama dibiarkan tanpa kejelasan. Apakah hanya satu orang yang bertanggung jawab? Kami mendesak KPK untuk mengusut pihak lain yang terlibat, termasuk jaringan yang lebih luas," ujar Boyamin.
Melalui gugatan praperadilan ini, MAKI meminta KPK untuk segera: Menetapkan Widodo Ratanachaitong sebagai tersangka dalam kasus suap SKK Migas, Mengusut dugaan suap TIS Petroleum terhadap pejabat BSP dan Saka Energy, Menelusuri aliran dana dan dugaan kolusi antara TIS, BSP, Saka, dan Kilang Pertamina Internasional, Mengembangkan penyidikan kasus Petral agar tidak berhenti pada satu tersangka.
"KPK tidak boleh diam. Jika tidak segera bertindak, ini bisa menjadi skandal korupsi migas terbesar yang berdampak langsung pada keuangan negara," tegas Boyamin.
Boyamin juga menegaskan bahwa KPK tidak boleh kalah agresif dibandingkan Kejaksaan Agung dalam menangani kasus besar di sektor migas.
"Jika Kejagung bisa menangani kasus di Pertamina, KPK juga harus menunjukkan keberaniannya," pungkasnya.
Sidang praperadilan atas gugatan ini dijadwalkan mulai Selasa, 18 Maret 2025, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Editor : Hasiholan Siahaan