Pihaknya selalu berkomitmen untuk membuat karya yang jujur, berani, dan relevan secara sosial tapi jiuga berusaha mendorong batas-batas naratif perfilman Indonesia. Film ini bukan hanya hiburan tapi juga sebagai perenungan dan refleksi.
“Visual yang kami tampilkan didesain sedemikian rupa, kami berharap dengan film ini, kita bisa memulai percakapan tentang kekerasan remaja, luka, trauma, dan rekonsiliasi,” sambung Tia.
Joko Anwar menimpali bahwa mengapa film ini dibuat dengan genre thriller-action, kalau dalam format yang menggurui, agar bisa disebarkan ke lebih banyak orang. Meski filmnya ‘tidak menghibur’ tapi gampang untuk diikuti, semoga ini akan memantik percakapan.
Terkadang, sebagai bangsa kita denial. Sering menganggap diri kita religius tapi ternyata korupsinya banyak. Kita menganggap diri kita bangsa yang ramah ke orang Negara lain tapi tidak ramah ke sesama.
“Kita sering membuat image dalam rangka untuk denial. Film ini ditampilkan sedemikian rupa, dengan sangat terukur, untuk menampilkan kenyataan yang ada di masyarakat,” tutup Joko Anwar.
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait