JAKARTA, iNews.id - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menunda sidang perdana gugatan praperadilan yang diajukan mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penundaan karena KPK tidak hadir dalam persidangan.
"Maka untuk memanggil termohon, maka sidang dilanjutkan Selasa, tanggal 19 Juli 2022," kata Hakim Tunggal Hendra Utama di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (12/7/2022)
Kuasa Hukum Maming H. Mardani, Bambang Widjojanto menjelaskan duduk perkara yang disangkakan pada kliennya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga ditetapkan sebagai tersangka dan dicekal bepergian ke luar negeri.
BW, sapaan akrab Bambang Widjojanto, menyatakan bahwa sebenarnya perkara yang membelit kliennya adalah perkara bisnis.
"Ini isunya sebenernya transaksi bisnis. Menurut hemat kami, dalam sudut pandang kami, ini isu bisnis. Transaksi bisnis, under linenya itu bisnis. Tapi kemudian ada tuduhan dengan korupsi, kalau yang dipakai Pasalnya 12A, 12B, dan pasal 11. Lah itu isunya artinya gratifikasi. Itu terjadi lebih dari 10 tahun yang lalu. Ini ngomong gratifikasi 10 tahun yang lalu," katanya saat ditanya ihwal alasan Maming H. Mardani mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka usai sidang di ON Jakarta Selatan, Selasa (12/7/2022).
Dia menjelaskan, perkara itu menjadi menarik lantaran tuduhan korupsi yang disematkan pada soal bisnis to bisnis.
"Nah kalau underline-nya adalah transaksi bisnis yang jelas akadnya, terus ada tudingan seperti ini, ini kan jadi menarik. Kasus ini jadi menarik karena itu," katanya.
Terkait anggapan bahwa perkara korupsi yang menjerat pengusaha asal Kalimantan Selatan terjadi saat ia menjabat Bupati, BW, sapaan akrabnya menjelaskan bahwa tuduhan awal terhadap kliennya adalah soal pemberian izin usaha pertambangan (IUP).
"Karena yang menjadi dasar itu, under linenya itu soal IUP, soal IUP. Izin Usaha Pertambangan. Saya punya deretan argumen di situ, cuma saya ga mau mengadili KPK di ruang media seperti ini. Kita bertarung gagasannya itu di ruang pengadilan, pada saatnya nanti akan kami kemukakan," ujar BW.
Dia menambahkan, saat ini, Indonesia tengah berupaya bangkit dari keterpurukan ekonomi setelah dihantam badai Pandemi COVID-19. Di sisi lain, muncul kesan kriminalisasi terhadap kliennya pada saat yang bersangkutan berupaya membantu pemerintah memulihkan perekonomian melalui jaringan organisasi pengusaha yang dia pimpin.
"Kita tengah melakukan recovery economy untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Tapi di sisi yang lain, transaksi di sini kok dikriminalisasi, satu itu. Apakah ini tidak melanggar prinsip-prinsip kepentingan umum dan kemaslahatan di mana posisi hukum dan moral KPK dalam konteks ini?," ungkapnya.
Perluasan investasi dan upaya menjaga pertumbuhan ekonomi itu merupakan fokus pemerintahan Presiden Jokowi saat ini. Karenanya, saat upaya itu disambut kalangan pengusaha dengan menggerakan jejaring bisnisnya, tidak boleh terjadi upaya kriminalisasi.
"Hari ini kami melihat itu, tentu nanti harus dipertukarkan pendapatnya ya, kita tidak mau kita seolah paling benar, mari kita uji itu, dan yang menarik gini, forum praperadilan instrumen check and balance dari proses penyidikan," katanya.
Terpisah, Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri menjelaskan bahwa pihaknya telah bersurat ke PN Jaksel untuk meminta penundaan persidangan. Sebab, tim hukum KPK masih butuh waktu mempersiapkan bahan-bahan untuk melawan Maming.
"Kami sampaikan bahwa, tim Biro Hukum KPK telah berkirim surat kepada Hakim untuk meminta penundaan waktu sidang. Tim masih membutuhkan waktu untuk koordinasi dan mempersiapkan administrasi, serta bahan jawaban yang akan diajukan ke persidangan praperadilan," kata Ali.
Menurut Ali, proses tersebut penting agar persidangan ke depan dapat berjalan lancar. Selain itu, Ali mengingatkan kepada Mardani Maming agar tidak berupaya menghalang-halangi proses penyidikan yang sedang dilakukan KPK dengan cara praperadilan.
"Penting perlu kami sampaikan bahwa permohonan praperadilan ini tidak menghalangi upaya KPK untuk terus melakukan penyidikan," kata Ali. "Mengingat, praperadilan hanya menguji aspek formil seperti sah tidaknya penangkapan atau penahanan. Serta saat ini juga berkembang mencakup pada sah tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan, atau penyitaan," katanya.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta