“Baru enam bulan setelah pengakuan itu, Purwati Lee dan Direktur Utama SIL Gunawan Yusuf dipanggil penyidik,” ungkap Ronald. “Itu saja setelah kritik publik menguat.”
Selain itu, dalam sidang 7 Mei 2025, Zarof kembali menegaskan pengakuannya menerima suap. Ronald menyebut, ada “meeting of minds” antara Zarof sebagai perantara hakim agung dan Sugar Group sebagai pemberi suap, demi mempengaruhi hasil perkara perdata di Mahkamah Agung melawan Marubeni Corporation.
“Anehnya, saat ditemukan barang bukti Rp915 miliar dan 51 kilogram emas, Febrie justru mengatakan tidak perlu memeriksa pihak lain meski namanya disebut tersangka. Pernyataan ini tidak logis dan patut dicurigai,” tegas Ronald.
Sugeng Teguh Santoso dari IPW menambahkan, dakwaan jaksa terhadap Zarof Ricar hanya menggunakan pasal gratifikasi, bukan pasal suap, padahal ditemukan indikasi kuat tindak pidana suap.
“Ini pelanggaran serius terhadap berbagai regulasi, mulai dari Kode Perilaku Jaksa hingga UU Tipikor. Apalagi bukti dan diksi dalam dakwaan sudah sangat jelas: ada jabatan, pengaruh terhadap putusan, hingga uang yang disebut ‘titipan’,” ungkap Sugeng.
Menurut Sugeng, penyidik dan JPU seharusnya menempatkan Zarof sebagai gatekeeper, bukan penerima akhir uang. Hal ini penting untuk mengungkap struktur dan aktor utama dalam jaringan korupsi tersebut.
Editor : Hasiholan Siahaan
Artikel Terkait